
SAMARINDA, IKNPOST.ID | Rumah Sakit Islam (RSI) Samarinda tidak beroperasi sejak November 2016 karena sengketa berkepanjangan antara Yayasan Rumah Sakit Islam (Yasri) dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim). Konflik ini dipicu oleh SK Gubernur yang memindahkan pengelolaan RSI ke bawah manajemen RSUD AW Sjahranie.
Sengketa telah selesai, dan saat ini ada upaya untuk menghidupkan kembali RSI Samarinda. Namun menariknya kerjasama Pemprov Kaltim dengan YARSI akan berakhir pada 3 Desember 2025 (6 hari lagi).
DPRD Kaltim telah mengeluarkan rekomendasi kepada gubernur Kaltim melalui surat ketua DPRD Kaltim Nomor : 400.3/111-1845/Set.DPRD pada 15 Agustus 2025.
Dalam rekomendasi itu DPRD Kaltim meminta Agar Pemerintah Provinsi Kaltim sungguh – sungguh mempertimbangkan sejarah kehadiran RSI di Samarinda yang berdiri sejak tahun 1986.
Mengingat rasio kebutuhan tempat tidur RS di Kaltim masih jauh dari ideal, maka kehadiran RSI untuk kembali beroperasi sangat dibutuhkan. Sejak rekomendasi ini dikeluarkan oleh DPRD Kaltim Agustus 2025 hingga Nopember 2025 belum terlihat RSI ini untuk beroperasi lagi. Pihak YARSI bersedia untuk menyelesaikan tunggakan piutang kepada Pemprov Kaltim sepanjang adendum disetujui.
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Kaltim menyebutkan belum ada perpanjangan kontrak atau kerja sama dalam pemanfaatan aset oleh Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi).
Sebelumnya diketahui aset lahan milik Pemprov Kaltim yang digunakan oleh Yarsi sejak 1982 hingga berhenti beroperasi pada tahun 2016, akan berakhir pada 3 Desember mendatang.
Hal ini tertuang dalam surat perikatan Nomor 593.11/2530- VI/BPKAD, yang telah ditandatangani
pada tahun 2020 lalu dengan masa berlaku selama lima tahun.
Kepala BPKAD Provinsi Kaltim, Ahmad Muzakkir, menyampaikan bahwa, saat ini lahan yang ada merupakan milik pemprov dan sesuai dengan perjanjian berakhir di bulan Desember tahun ini.
Sehingga, kata dia, seharusnya semua unsur bisa taat sesuai dengan isi perjanjian tersebut.
“Sebab dalam perjanjian itu memuat sejumlah hak dan kewajiban yang telah disepakati Pemprov Kaltim dan Yarsi,” ujar Muzakkir, Selasa (25/11) di kutip dari sejumlah sumber media.
BPKAD Kaltim menyoroti dua masalah krusial yang turut menjadi bahan evaluasi dan memperkuat rencana Pemprov untuk mengambil alih aset tersebut, yakni aset mangkrak dan tunggakan sewa.
Muzakkir mengungkapkan bahwa sejak kontrak sebelumnya diberikan hingga kini, bangunan dan aset RSI tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal oleh yayasan. Secara mengejutkan, Muzakkir juga membenarkan adanya tunggakan biaya sewa yang belum dilunasi Yarsi.
Muzakkir menekankan bahwa mekanisme perpanjangan kerjasama memiliki aturan baku, yakni harus diajukan setidaknya tiga bulan sebelum masa kontrak berakhir.
“Yang namanya perpanjangan harus diajukan sebelum masa berlaku kontrak berakhir, atau setidaknya tiga bulan sebelumnya. Sehingga tidak bisa lagi dilakukan saat masa kontrak ini selesai,” tegasnya.
Dengan belum adanya pengajuan dan kontrak yang tinggal hitungan hari akan berakhir, nasib aset RSI Samarinda kini sepenuhnya berada di tangan Pemprov Kaltim.
“Yang jelasnya pemerintah ingin memanfaatkan itu, dalam pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi Pemprov Kaltim,” pungkasnya. (AZ)
