
SAMARINDA, IKNPOST | Salah satu kegiatan yang direalisasi Belanja Barang pada Dinas Pertanian dan Peternakan adalah Pengadaan Kapur pertanian (dolomite), dilaksanakan CV DSN melalui Kontrak Nomor B-002/SPPPPS2/DISTANAK/TPH/02/2023 di 22 Februari 2023 dengan nilai kontrak Rp15.732.000.000,00 (termasuk PPN) dengan jangka waktu kontrak selama 90 hari kalender. Pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan dan diserahterimakan berdasarkan BAST Pekerjaan Nomor B-007/BAP-PS2P/DISTANAK/ TPH/04/2023 tanggal 17 April 2023. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah melakukan pembayaran sebesar 100% atau senilai Rp15.732.000.000,00
Salah satu praktisi hukum Samarinda Jumintar Napitupulu berpendapat bahwa Jika mengacu pada hasil Audit BPK yang mendapati 4 masalah dalam pengadaan kapur pertanian di Kutai Kartanegara yang dilaksanakan Dinas Pertanian dan Peternakan terkait pengadaan kapur pertanian (dolomite) senilai Rp16.5360.000.000,00, -, yakni mulai dari adanya kejanggalan Temuan itu seperti Proses Survei dalam Rangka Penyusunan Dokumen Pengadaan Kapur Pertanian (Deolomite) Melibatkan Calon Penyedia, kemudian Terdapat Kesepakatan Jual Beli Kapur Pertanian (Dolomite) antara CV DSN dan CV NR sebelum PPK Menyusun Dokumen Perencanaan dan Melakukan Pemesanan pada e-Katalog.
Lanjutnya, Temuan BPK terkait Penyusunan HPS tidak berdasarkan data yang akurat, kemudian Spesifikasi Teknis Disusun hanya Mengacu pada Satu Produk Tertentu yang mana hal tersebut tersebut tidak sesuai dengan aturan hukum yaitu Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang perubzhan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentangn Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Temuan lain oleh BPK yang merupakan kejanggalan yakni adanya dugaan Indikasi persekongkolan pada saat perencanaan, selain itu BPK juga menemukan kondisi pengadaan kapur pertanian itu tidak sesuai dengan Keputusan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik Lampiran , huruf E Penyelenggaraan E-Purchasing Katalog, angka 2 Tahapan E-Purchasing Katalog.
Mengacu pada temuan BPK tersebut, setidaknya terdapat 4 kejanggalan yang mengarah pada perbuatan melawan aturan hukum yang merupakan acuan dalam pengadaan barang dan jasa dan juga aturan persaingan usaha, hal tersebut semestinya dapat dijelaskan oleh Instansi terkait selaku pengguna anggaran sebagai bentuk klarifikasi, agar publik juga tahu kebenarannya seperti apa.
Dengan tidak memberikan klarifikasi justru akan menimbulkan tanda tanya dan tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan opini lain nantinya. Perlu kami ketengahkan, bahwa hasil pemeriksaan BPK yang menyatakan terdapat kejanggalan atau terdapat beberapa temuan yang tidak prosedural atau melanggar aturan, jika memang sudah melewati batas waktu toleransi dari BPK semestinya BPK juga harus menyampaikan hal tersebut kepada APH agar ditindaklanjuti, terlebih apabila temuan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, harus gerak cepat.
“Dengan adanya pemberitaan ini, kita berharap APH menjemput bola, artinya APH dapat melakukan penyelidikan mengingat sudah ada petunjuk awal berupa temuan yang sudah terpublikasi kepada publik. Justru menurut kita, jika temuan dari BPK yang telah dipublikasikan ini tidak ditindaklanjuti APH, akan melahirkan tanda tanya,” katanya Jumintar Napitupulu pada media ini kemarin
Ketika disinggung soal kemungkinan adanya indikasi kongkalikong oknum dilingkungan instansi tersebut dengan pihak pengusaha, Jumintar Napitupulu yang juga mantan aktivis pengiat anti korupsi ini mengungkapkan bahwa kemungkinan itu berpeluang terjadi.
” Sudah pasti, sesuai temuan BPK itu juga. Praktek monopoli nya itu terlihat ketika Dia selama 3 tahun berturut-turut jadi pelaksana pengadaan nya dengan tidak melalui mekanisme yang diatur. Kalau fair dilakukan dengan lelang, maka kesempatan bagi pengusaha atau pihak lain terbuka. Tapi karena main tunjuk jadilah dia terus-menerus pemenang tanpa adanya persaingan dengan pihak lain,” katanya
Jumintar berpendapat bahwa, Dalam teori dan praktek, ciri-ciri praktek Monopooli itu dilihat dari “Hanya Terdapat Satu Pemasok atau Satu Perusahaan Saja. Ciri ini ketika perusahaan melakukan monopoli, maka perusahaan tersebut akan menjadi satu-satunya pemasok barang atau produk yang dibutuhkan oleh instansi itu sendiri.
“Artinya, perusahaan tersebut menguasai sumber daya sepenuhnya, sehingga hanya perusahaan tersebut saja yang mampu membuat produk atau barang tersebut. Dalam case pengadaan kapur pertanian ini, jelas hanya satu perusahaan yang ditunjuk, hal itu menjelaskan ke kita bahwa perusahaan lain yang tadi nya punya Sumber daya itu secara langsung sudah dianggap tidak ada oleh instansi yang membutuhkan barang tersebut,” pungkasnya. (AZ)