Ayub: Ada Unsur Pidana Kalau kemudian Melalaikan

SAMARINDA, IKNPOST | Sejak diresmikan Presiden Soeharto pada 2 Agustus 1986, jembatan Mahakam I Samarinda sudah 22 kali di tabrak kapal atau ponton. Namun ironisnya tidak ada satu pun perusahaan pemilik kapal yang menyelesaikan ganti rugi kepada pemerintah provinsi Kalimantan Timur, Akan kah penabrak jembatan PT.Pelayaran Mitra 7 Samudera juga melakukan hal yang sama dan hanya mengumbar janji diatas kertas.
Dalam sejumlah kasus jembatan Mahakam I Samarinda tertabrak, sering kali yang menjadi sasaran sorotan tajam dan diminta bertanggungjawab adalah perusahaan pemilik Kapal, namun pihak KSOP, Pelindo dan Jasa Maritim justru terkesan “cuci tangan”. Untuk kasus tertabrak jembatan saat ini nampaknya berbeda yang diminta bertanggungjawab secara hukum, baik perdata mau pun pidana.
” Sebanyak 21 kali tabrakan, ujungnya selalu tidak ada pergantian dari pihak yang menabrak. Tapi kali ini yang ke 22 kali kita sudah tegas kepada KSOP dalam waktu 1 x 24 jam membuat sebuah perjanjian untuk mengganti sebanyak Rp35 miliar fender dan Rp350 juta jembatan yang sudah di analis oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Jadi kalau tidak “selesai”,” tegas Muhammad Husni Fahruddin anggota komisi II DPRD Kaltim pada media ini usai RDP Senin (3/3/2025)
Sekretaris DPD Partai Golkar Kaltim yang akrab panggil Ayub menilai ada unsur pidana dalam kasus ini, karena di duga ada unsur kelalaian administrasi yang membuka ruang bagi kapal dengan mengangkut barang over kapasitas. Kondisi tersebut menyebabkan kapal tidak mampu dikendalikan oleh kapten kapal. Ada Oknum tertentu yang harus bertanggungjawab dalam kelalaian tersebut.
“Jadi ada unsur pidana kalau kemudian melalaikan, bahwa yang pasti sudah yang menabrak tongkang, kemudian kelalaian dari nakhoda. Termasuk juga yang membuat surat izin berlayar KSOP dan Pelindo yang harusnya bertanggung jawab terhadap kapal assist tug atau assist tunda. Wajib bertanggungjawab KSOP, Pelindo dan Jasa Maritim, bertanggungjawab secara hukum. Maksudnya bertanggungjawab secara hukum artinya dia bisa dipidanakan dan memberikan kerugian secara perdata,” pungkas mantan aktivis pengiat anti korupsi.
Ditempat yang sama, Yusuf Mustafa anggota komisi I DPRD Kaltim mendesak, agar perjanjian ganti rugi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dilakukan dihadapan notaris.
“Perjanjiannya dibuat dalam status akta notaris, setidak-tidaknya pihak biro hukum dari pemerintah juga terlibat sini dalam pembuatan, oleh kedua belah pihak,” ujar Yusuf Mustafa.
Dalam RDP Senin (3/3/2025) di gedung E DPRD Kaltim terungkap bahwa pihak KSOP hingga pertemuan RDP tersebut, investigasi yang dilakukan pihak KSOP belum ada hasilnya.(AZ)