Laporan Juga Masuk Kejagung

SAMARINDA, IKNPOST | Pihak PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PT PTB) belum memberikan tanggapan terkait dengan Dugaan korupsi Rp 5,04 triliun pada Terminal Ship to Ship di wilayah Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI). Konfirmasi yang disampaikan media ini ke Humas PT.PTB melalui pesan percakapan whatssap untuk meminta klarifikasi hingga berita ini ditayangkan belum ada jawaban.
ARUKKI melaporkan kasus ini tidak hanya ke KPK, namun juga di Kejaksaan Agung RI pada 14 April 2025.
Menurut ARUKKI pelaporan terkait dugaan pungli yang dilakukan PT.PTB. wakil ketua umum ARUKKI menguraikan bahwa adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) dalam praktik pungutan liar yang merugikan negara sebesar Rp5,04 triliun di Terminal Ship to Ship Perairan Muara
Berau dan Muara Jawa, Kalimantan Timur, yang sebelumnya telah dilaporkan juga oleh rekan — rekan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI),
” Kami,Pelapor merasa berkewajiban juga untuk melaporkan hal ini kepada pihak berwenang dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahwa PTB diduga telah menipu negara dengan mengoperasikan kegiatan ship to ship di wilayah yang tidak memiliki dasar hukum penetapan wilayah Pelabuhan, dimana Izin yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan diduga diberikan berdasarkan data yang tidak benar yang disampaikan PTB. Ini kejahatan yang serius terhadap negara,” ujar M.Munari
Menurut ARUKKI, pelanggaran hukum terkait dengan kegiatan pengelolaan pelabuhan yang dilakukan PTB diantaranya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 48 Tahun 2021, khususnya Pasal 7, 17, dan 18, penetapan wilayah konsesi wajib dilakukan oleh Menteri Perhubungan dan harus selaras dengan tata ruang wilayah
provinsi maupun kabupaten/kota.
” Penetapan wilayah konsesi Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur wajib berkoordinasi dengan Gubernur Kaltim,” tegasnya.
Kemudian Pasal 11 dan 27 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan, kegiatan usaha di pelabuhan wajib dilaporkan ke Gubernur dan Penyelenggara Pelabuhan setempat. Dimana dalam hal ship to ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa tidak ditemukan jejak koordinasi atau rekomendasi dari Gubernur Kaltim. Akibatnya, lokasi kegiatan ship to ship tersebut tidak memiliki dasar penetapan tata ruang yang sah.
” Penentuan lokasi konsesi diumumkan dengan tidak transparan oleh Kementerian Perhubungan. Apabila lokasi konsesi tidak ditetapkan secara sah, maka seluruh bentuk pungutan yang diberlakukan di wilayah tersebut statusnya menjadi ilegal. Dengan kata lain dapat dipandang sebagai bentuk tindak pidanakorupsi pungli,” tegas
Munari di dampingi tim hukum Faisal, Achyar, Anwar, dan Rizky.
Bahwa diketahui berdasarkan ketentuan Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, PTB telah mengenakan tarif bongkar muat dengan dalih penggunaan floating crane terhadap seluruh eksportir batubara, selaku pengguna jasa kepelabuhanan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa sebesar USD 1.97 per metrik ton. Dimana dari tarif senilai USD 1.97, sebesar USD 0,8 tanpa dasar hukum masuk ke rekening PT PTB, dengan dalih untuk jasa floating crane.
Padahal PT PTB tidak memiliki unit Floating crane dan sejak ketentuan tersebut diberlakukan pada Juli 2023, terdapat sebanyak 250 juta metrik ton batubara telah diekspor melalui Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau. Total hasil pungutan liar yang dinikmati PT PTB mencapai USD 300 juta atau setara Rp 5,040 triliun, yang seharusnya masuk ke kas negara.
Bahwa Surat Menteri Perhubungan RI Nomor: PR.202/1/18 PHB 2023 tanggal 24 Juli 2023, Hal: Rekomendasi Persetujuan Penetapan Tarif Awal Jasa Kepelabuhan pada Terminal Ship to Ship Perairan Muara Berau dan Muara Jawa Kalimantan Timur tersebut telah dibatalkan berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 377/B/2024/PT.TUN.JKT tertanggal 18 September 2024 yang telah membatalkan Putusan sebelumnya yakni Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 608/G/2023/PTUN.JKT Tanggal 21 Juni 2024, yang juga berarti telah membatalkan tarif 1,97 dolarAS per ton yang dijadikan dasar pungli oleh PTB, yang saat ini PTB tengah melakukan Upaya Hukum Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut.
Menurut ARUKKI dalam surat laporan ini adalah PT.Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) beserta seluruh stakeholder dan beneficial owner-nya dan PT Indo Investama Kapital beserta seluruh stakeholder dan beneficial owner-nya.
Diduga akibat dari tindakan yang dilakukan terduga atau terlapor PT Pelabuhan Tiga Bersaudara (PTB) beserta seluruh stakeholder dan beneficial owner-nya dan PT Indo Investama Kapital beserta seluruh stakeholder dan beneficial owner-nya tersebut, mengakibatkan kerugian negara sekitar USD 300.000.000,- (tiga ratus juta US Dollar) atau setara dengan Rp 5.040.000.000.000,- (lima trilliun empat puluh miliar Rupiah.
” Kami sebagai pelapor melaporkan dugaan Tindak Pidana Korupsi ini kepada KPK untuk melakukan investigasi yang mendalam terhadap dugaan tindak pidana korupsi ini, mengingat kerugian negara yang cukup besar.
Kami berharap laporan ini mendapatkan perhatian serius dari KPK maupun Kejaksaan Agung. Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (“ARUKKI”) siap bekerja sama dan memberikan informasi lebih lanjut yang diperlukan demi penegakan hukum dan keadilan,” katanya (TIM).