
SAMARINDA, IKNPOST | Publik Kalimantan Timur dibuat geger dan resah, penyebabnya Lahan untuk tujuan pendidikan milik Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul) tiba-tiba ditambang. Pertambangan ilegal di hutan pendidikan milik Universitas Mulawarman di Kalimantan Timur menyebabkan 3,26 hektare areal hutan mengalami kerusakan ekosistem.Pihak yang melakukan penambangan di duga dikerjakan oleh Koperasi Serba Usaha Putra Mahakam Mandiri (KSU PUMMA) .
Kasus ini bergulir ke ranah hukum, Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) melaporkan KSU PUMMA ke Polisi Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) Senin (14/4/2025) dengan dugaan tindak pidana pengrusak lingkungan dan penambangan ilegal.
Saat melapokan kasus itu ARUKKI di dampingi kuasa hukumnya dari Boyamin Saiman Rea Ikaen Law Firm seperti Faisal, Achyar, Anwar, dan Rizky
ARUKKI dalam laporanya menguraikan bahwa diketahui Universitas Mulawarman melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia (SK Menhut) dengan No. 160/MENHUT-II/2004 tanggal 04 Juni 2004, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) seluas dan 20.271 ha di Taman Wisata Alam (sekarang TAHURA) Bukit Soeharto di Kabupaten Kukar Provinsi Kalimantan Timur ditunjuk sebagai Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto-UNMUL, dengan demikian tujuan diarahkan untuk mewujudkan kawasan tersebut mampu berfungsi mendukung kegiatan penelitian, pendidikan, perlindungan, wisata alam, pemanfaatan intensif tertentu, serta konservasi Kawasan dan lingkungan hutan hujan tropis alami dipterocarpa dataran rendah melalui Kerjasama dengan berbagai pihak baik di daerah, nasional maupun internasional serta membangun sarana prasana sesuai keperluan dalam batas-batas tertentu sesuai status Kawasan.
Bahwa terdapat dugaan adanya tindakan perusakan lingkungan hidup dan penambangan batu bara illegal yang dilakukan oleh Koperasi Serba Uaha (KSU) Putra Mahakam Mandiri (PUMMA) pada KHDTK UNMUL yang menyebabkan kerusakan parah hingga mencapai luas sekitar 3,26 ha, dimana sebelumnya terdapat Surat dari KSU PUMMA kepada Rektor UNMUL yang ditandatangani oleh Ketua KSU PUMMA sdr. H. BUSTANI JUHRI (terduga / terlapor) yang pada intinya menawarkan opsi kerja sama dalam kegiatan penambangan batu bara pada KHDTK UNMUL yang tidak pernah ditanggapi oleh pihak UNMUL yang secara tegas menyatakan bahwa Kawasan tersebut hanya boleh dipergunakan untuk pendidikan dan konservasi.
Tindakan tersebut terindikasi melanggar ketentuan peraturan perundang — undangan mengenai pidana perusakan lingkungan hidup terutama pada Pasal 17 ayat (1) Undang — Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU PPPH) dengan ancaman pidana sebagaimana ketentuan Pasal 89 ayat (2), Pasal 90 ayat (2) dan Pasal 91 ayat (2) UU PPPH serta pidana terkait penambangan batu bara illegal sebagaimana ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) sebagai Pasal 17 ayat (1) UU PPPH .
” Dalam aturan itu sangat jelas menyatakan bahwa (Setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri. Melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan ,mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin,” ujar M. MUNARI wakil ketua umum Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) dalam siaran pers yang diterima media ini Senin (14/4/2025)
ARUKKI juga menguraikan bahwa pihak pihak yang melakukan perbuatan atau tindakan tersebut bisa dijerat dengan dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Kemudian Pasal 90 ayat (2) UUPPPH menegaskan bahwa Korporasi yang mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Selanjutnya Pasal 91 ayat (2) UUPPPH Korporasi yang menjual, menguasai, memiliki, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar. rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
ARUKKI juga menegaskan bahwa Pasal 158 UU Minerba menegaskan Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
” Pelapor melaporkan agar dugaan Tindak Pidana tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum dan perundang — undangan yang berlaku, termasuk dalam hal ini agar ditetapkan tersangka terhadap pihak yang bertanggungjawab tersebut. Kami berharap atensi penegak hukum tentang permasalahan hukum yang terjadi ini,” katanya. (AZ)