
JAKARTA, IKNPOST.ID – Perwakilan pedagang thrifting Pasar Senen Rifai Silalahi memastikan bahwa hampir seluruh baju bekas yang ada di Indonesia masuk dengan cara ilegal. Bahkan, ia menyebut adanya praktik pungli oknum Bea Cukai yang mengenakan biaya senilai Rp 550 juta per kontainer untuk pembongkaran baju bekas impor ilegal di pelabuhan.
Menurutnya, kehadiran baju bekas impor ilegal telah merugikan negara karena biaya besar justru mengalir ke oknum-oknum pejabat negara. Terlebih, ada sekitar 100 kontainer yang masuk ke pelabuhan untuk setiap bulannya, atau nilainya mencapai Rp 55 miliar per bulan.
“Kalau yang (baju bekas impor) ilegal itu kurang lebih Rp 550 juta per kontainer melalui pelabuhan. Kalau biaya masuk ke mana, mungkin gini Pak, bukan rahasia umum lagi, artinya begini. Barang itu bisa masuk tidak sekonyong-konyong sampai ke Indonesia ini terbang sendirinya Pak,” kata Rifai dalam rapat Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11) dikutip dari MSN.com.
Lebih lanjut, Rifai memastikan baju bekas impor ilegal itu tidak serta merta bisa masuk ke Indonesia dengan lancar tanpa ada yang memfasilitasi. Adapun ia mengklaim para pedagang hanya sebagai korban.
“Artinya ada yang memfasilitasi. Kami ini sebenarnya korban pak para pedagang. (Baju bekas tiba di Indonesia) ada yang memfasilitasi,” lanjutnya.
Itu sebabnya, Rifai kepada DPR RI mengaku agar pemerintah bisa membuat impor baju bekas menjadi legal. Karena bisa hidup dari penjualan baju itu, Rifai pun mengaku siap membayar pajak, daripada harus menjadi bagian untuk membayar oknum bea cukai tersebut.
“Jadi sebenarnya kita berharap masuknya ini, barang thrifting ini sekarang bisa dilegalkan. Kita mau bayar pajak. Yang utama itu, kita mau bayar pajak,” jelasnya.
Ia menilai, ketika para importir baju bekas diwajibkan membayar pajak, pihaknya hanya perlu menyisihkan beberapa persen dari nilai impor dan uangnya akan masuk ke negara. Sedangkan, jika terus menerus didiamkan yang menikmati hanyalah oknum bea cukai yang ada di pelabuhan.
“Mending bayar pajak pak. Itu sudah pasti, karena pajak tinggal berapa persen, misalkan 10 persen dari nilai. Nah, sekarang yang menikmati yang berpuluh-puluh tahun ini adalah itu tadi, oknum-oknum itu Pak,” tutupnya. (MSN.com)
