AJI juga mengajak 11 konstituen Dewan Pers duduk bersama untuk “menyelamatkan integritas” penghargaan ini

JAKARTA, IKNPOST.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak Anugerah Dewan Pers (ADP) 2025 karena menyebutnya cacat, termasuk soal proses penentuan peraih penghargaan yang tidak transparan, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Dalam pernyataan tertulis, AJI menyatakan ADP 2025 yang akan diselenggarakan pada 10 Desember terjadi “dalam gelap, sembunyi-sembunyi, tidak transparan dan tidak melibatkan 11 lembaga konstituen Dewan Pers.”
Karena itu, AJI mengajak 11 konstituen – AJI, AMSI, ATVSI, PRSSNI, IJTI, PFI, PWI, ATVLI, SMSI, JMSI dan SPS – agar duduk bersama untuk menyelamatkan integritas penghargaan ini yang mulai dirintis pada 2021.
“Pada penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya, ADP memberi penghargaan pada jurnalis, perusahaan pers/media, lembaga yang mendukung pers maupun pada tokoh perorangan,” menurut organisasi tersebut dalam pernyataan pada 7 Desember dilansir dari Floresa.co.
AJI menyatakan, proses ADP sebelumnya partisipatif, di mana konstituen mengusulkan nama-nama nominasi pada setiap kategori.
“Ada tim juri yang dibentuk perwakilan dari lembaga konstituen. Tim juri inilah yang kemudian menilai dan memilih para penerima penghargaan ADP,” kata AJI.
“Namun pada ADP 2025 ini proses yang aneh terjadi. Tidak ada lagi penghargaan bagi jurnalis maupun perusahaan pers/media.”
Menurut AJI, Dewan Pers beralasan media saat ini tidak baik-baik saja, media sedang dalam kondisi tidak sehat.
“Ini alasan yang aneh, justru di saat sulit ini, penghargaan yang jujur dan berintegritas untuk jurnalis dan media adalah penting, memberi semangat dan meneguhkan. Bukan malah menghilangkan,” kata AJI.
ADP 2025 disebut “tidak ada tim juri, tidak ada nominasi, tidak lagi melibatkan para lembaga konstituen.”
“Kami tidak tahu bagaimana proses awalnya, tiba-tiba sudah mendapat informasi ADP 2025 akan diselenggarakan Desember ini,” kata Nany Afrida, Ketua Umum AJI Indonesia.
AJI menyatakan, tidak ada proses pencalonan dan muncul kabar bahwa ADP 2025 hanya memberikan penghargaan kepada seorang tokoh nasional, tanpa memberikan penghargaan pada jurnalis atau media.
“Penghargaan ADP 2025 yang cacat secara proses, justru akan memberi kesan negatif kepada siapa pun penerimanya,” kata AJI.
Menurut AJI, banyak sekali penghargaan-penghargaan yang diberikan karena ada timbal balik antara panitia dengan penerima penghargaan.
“Anugerah Dewan Pers sejak 2021 adalah sebuah penghargaan yang integritasnya masih terjaga.”
Dengan proses ADP 2025 yang tertutup, sembunyi-sembunyi dalam gelap, “maka dikhawatirkan publik akan menilai ADP ini sama seperti halnya penghargaan lain yang berbayar.”
“Kita mesti jaga integritas Anugerah Dewan Pers. Jangan sampai masyarakat tidak percaya lagi pada Dewan Pers, karena proses yang tidak transparan,” ujar Bayu Wardhana, Sekjen AJI Indonesia.
AJI pun mendesak Dewan Pers untuk membatalkan pelaksanaan Anugerah Dewan Pers 2025 dan “kembalikan proses ADP seperti semula.”
Selain itu, organisasi tersebut juga mendesak Dewan Pers agar sebaiknya fokus pada pemulihan akses dan prasarana bagi jurnalis dan media di tiga provinsi di Sumatra yang saat ini terdampak banjir.
“Di tengah peristiwa bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, penyelenggaraan ADP 2025 lebih bijak jika dibatalkan dan lebih berempati pada kondisi jurnalis dan media yang alami bencana.”
Selain itu AJI juga mendesak Gubernur Jakarta untuk membatalkan penggunaan ruangan di Balai Kota untuk Anugerah Dewan Pers 2025.
“Dukungan pemerintah provinsi DKI Jakarta pada acara ini adalah kurang tepat, karena prosesnya tidak transparan,” tulis AJI.
(Floresa.co)
