Thu. Jul 3rd, 2025
Gedung KPK

JAKARTA, IKNPOST –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung diminta segera menindaklanjuti dugaan kasus korupsi PT Pupuk Indonesia dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 8,3 triliun. Jika tidak segera, maka barang bukti dugaan rasuahnya rawan dilenyapkan.

“Jika benar peristiwa tersebut telah dilaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung, maka kedua lembaga penegak hukum itu harus segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan penyelidikan secara menyeluruh,” kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul, kepada Monitorindonesia.com, Minggu (20/4/2025).

Apabila KPK dan Kejaksaan Agung, tambah Chudry, tidak menunjukkan dukungan terhadap political will Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu, maka hal ini akan menjadi sinyal negatif di tengah situasi keuangan negara yang sedang bermasalah.

Maka hal ini bisa menimbulkan persepsi bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tidak serius dalam pemberantasan korupsi. “Ini tentu akan menggerus kepercayaan publik,” tegasnya.

Keterlambatan atau kelambanan dalam menangani kasus ini, menurut Chudry, akan menimbulkan persepsi bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tidak serius dalam pemberantasan korupsi. “Dan jika KPK dan Kejaksan Agung lamban bertindak, maka masyarakat menganggap pemerintahan Presiden Prabowo tidak serius memberantas korupsi,” demikian Chudry Sitompul.

Sementara itu, pengamat BUMN, Herry Gunawan menegaskan, dalam dugaan manipulasi laporan keuangan di PT Pupuk Indonesia, yang ditemukan oleh Etos Indonesia Institute seharusnya menjadi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Menurut saya, yang berhak menentukan potensi kerugian negara dalam kasus korupsi mestinya BPK atau BPKP sebagai lembaga auditor resmi. Kendati demikian, laporan Etos Indonesia Institute harus dilihat sebagai kepedulian publik terhadap adanya potensi kerugian negara di BUMN,” kata Herry yang juga Direktur Next Indonesia.

Mengingat temuan Etos ini ada sebelum terbitnya UU BUMN 2025 yang baru, yang menetapkan setiap kerugian BUMN bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan.

Untuk itu berkenaan dengan UU BUMN yang baru, maka sekiranya laporan yang telah disampaikan kepada Kejagung atau KPK, sebaiknya aparat penegak hukum itu menjelaskan kepada pelapor, sekiranya memang tidak memenuhi unsur untuk tidak dapat ditindaklanjuti.

“Tetapi kalau memenuhi kriteria dugaan terjadi tindak pidana korupsi, ya sepatutnya diproses. Sebab keterlibatan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi yang memang menjadi concern Presiden Prabowo sangat penting, bahkan menguntungkan aparat penegak hukum seperti KPK atau Kejagung,” katanya.

Adapun kasus ini mencuat setelah Etos Indonesia Institute mengungkap dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia yang diduga merugikan negara hingga Rp8,3 triliun. Kejaksaan Agung pun didesak segera memeriksa Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia terkait temuan tersebut.

“Dugaan ini bukan sekadar opini, melainkan berdasarkan data yang kami peroleh. Oleh karena itu, kami mendesak Kejaksaan Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), untuk segera memeriksa Dirut dan Direktur Keuangan PT Pupuk Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Etos Indonesia, Iskandarsyah.

Iskandarsyah menjelaskan, berdasarkan audit independen ditemukan selisih dalam laporan keuangan sebesar Rp8,3 triliun. Hal itu diperburuk dengan temuan rekening yang tidak disajikan dalam neraca, termasuk transaksi tunggal senilai hampir Rp7,98 triliun.

“Angka tersebut terdiri dari jumlah kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp707,87 miliar dan penempatan deposito berjangka sebesar Rp7,27 triliun,” bebernya.

Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri menyadari banyak desakan dari berbagai pihak agar laporan masyarakat terkait dugaan manipulasi laporan keuangan PT Pupuk Indonesia senilai Rp8,3 triliun segera diproses dan ditingkatkan ke tahap penyidikan, tapi hingga kini cuma kata ‘nanti’ yang bisa dijawab lembaga antirasuah.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan laporan tersebut telah memasuki tahap telaah selama 30 hari kerja, dan berpeluang diperpanjang hingga lebih dari satu setengah bulan.

“Ya kami mengapresiasi dan memahami semua pihak yang menginginkan setiap perkara yang dilaporkan untuk bisa ditindaklanjuti di tingkat penyidikan. Bahwa setelah dilaporkan sampai dengan saat ini sudah 30 hari, tentunya masa penerimaan laporan itu bisa juga dilakukan perpanjangan bila dibutuhkan. Saya sering menceritakan pada rekan-rekan umumnya atau normalnya di PLPM itu sekitar 1,5 bulan,” katanya, Rabu (16/4/2025).

Menurut Tessa, pelaporan kasus di Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) memerlukan waktu yang cukup panjang. Prosesnya meliputi tahap verifikasi, telaah, pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket), hingga pelimpahan ke Kedeputian Penindakan untuk kemudian ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan dan penyidikan.

“Dan bila memang dibutuhkan maka laporan akan dimintakan kembali untuk memenuhi dokumen-dokumen atau hal-hal lain yang dibutuhkan untuk penguatan laporan tersebut untuk bisa ditingkatkan ke penyelidikan,” ungkapnya.

Kini pihaknya belum bisa mengungkap perkembangan penanganan kasus tersebut karena prosesnya bersifat tertutup dan rahasia, terutama selama masih dalam tahap PLPM hingga penyelidikan. Informasi baru akan disampaikan ke publik ketika perkara sudah naik ke penyidikan dan penetapan tersangka.

“Apakah sudah berhasil naik ke tingkat penyidikan atau memang masih diperlukan dokumen-dokumen tambahan itu saya belum bisa buka saat ini,” katanya.

Dia meminta semua pihak untuk tidak khawatir, karena laporan yang masuk pasti akan ditindaklanjuti oleh KPK, meskipun belum bisa dipastikan kapan hasilnya akan diumumkan. “Tetapi jangan khawatir, semua pelaporan akan tetap diproses dan ditindaklanjuti oleh KPK,” tandasnya. (MonitorIndonesia)

About The Author

Bagikan

By K

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *